Aku yang menyimpan gelisah pada kegelapan. Aku yang kerap menaruh harap diantara pekatnya jelaga dalam relung dadaku. Aku pula yang memimpikan keduanya bertukar posisi dengan 7 warna pelangi pasca hujan, namun semuanya terasa sekontradiktif bumi dan langit. Sehingga, dari puncak-puncak gunung tertinggi, semua ironi dan tragedi menertawaiku malam ini. Sampai Keangkuhan jiwaku berkata, sedemikian khawatirnya ia padaku, "bukankah ini yang engkau harapkan? wahai engkau yang telah mendusta! begitu jauhnya engkau terseret pusaran arus manusia-manusia bawah! tidakah engkau sadar? engkau terlalu jauh, sahabatku! engkau menjadi kotor! dan sekarang engkau datang padaku dengan segala atribut kekotoranmu itu? menghamba dengan aksen picisan umat agamis? dengan jurang tak berdasar dari luka-lukamu?" "Kembalilah pada keduluanmu, sahabatku, sebagaimana aku mencintai mata air yang bersih dan terisolir sebab hanya ada kita berdua yang akan meminum kesegaran dan kesucian airnya, ingatk...
"Tidakkah yang paling berat itu adalah ini: merendahkan diri untuk membunuh keangkuhan? Mempertontonkan ketololan untuk mencemooh kebijaksanaan kita sendiri?" - Nietzsche