Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

AH!

Aku yang menyimpan gelisah pada kegelapan. Aku yang kerap menaruh harap diantara pekatnya jelaga dalam relung dadaku. Aku pula yang memimpikan keduanya  bertukar posisi dengan 7 warna pelangi pasca hujan, namun semuanya terasa sekontradiktif bumi dan langit. Sehingga, dari puncak-puncak gunung tertinggi, semua ironi dan tragedi menertawaiku malam ini. Sampai Keangkuhan jiwaku berkata, sedemikian khawatirnya ia padaku, "bukankah ini yang engkau harapkan?  wahai engkau yang telah mendusta! begitu jauhnya engkau terseret pusaran arus manusia-manusia bawah! tidakah engkau sadar? engkau terlalu jauh, sahabatku! engkau menjadi kotor! dan sekarang engkau datang padaku dengan segala atribut kekotoranmu itu? menghamba dengan aksen picisan umat agamis? dengan jurang tak berdasar dari luka-lukamu?" "Kembalilah pada keduluanmu, sahabatku, sebagaimana aku mencintai mata air yang bersih dan terisolir sebab hanya ada kita berdua yang akan meminum kesegaran dan kesucian airnya, ingatk...

Selamat Ulang Tahun, Sayang

Keluarlah! Keluarlah dari kamarmu dan lihatlah langit malam ini dibawah balkon kamarmu, sayang. Bulan sedang dalam bentuk terbaiknya, bukan? Lihat juga bintang-bintang yang begitu bersinar membentuk pola-pola rasi yang rumit. Tidakkah kamu melihat namamu tereja diantaranya? Ahhhh rasakan juga semilir angin yang berhembus, sayang! Sebab aku menitipkan separuh isi dadaku kepadanya. Aku harap ia dapat menyampaikanya secara utuh padamu, aku juga berharap engkau sedang memakai jaket abu-abumu yang tebal itu, sebab angin tetaplah angin. Aku tidak ingin engkau kedinginan karenanya. Ya. begitulah aku, malam beserta semua elemen-elemen didalamnya yg bersimbiosa menciptakan harmoni yang sangat khas untuk menyambut salah satu hari paling penting dalam hidupmu. Ya, malam ini adalah hari hari keempat dalam bulan oktober kesembilan belas dalam hidupmu! Selamat ulang tahun, sayang! Selamat ulang tahun, Risca Untari Balowahani! Semoga engkau sehat dan bahagia selalu, semoga engkau dapat meraih mimpi-...

Malangku Malam

Masih hangat dalam ingatan ketika malam masih milikku,  ketika semua eksklusifitasnya ia berikan kepadaku. Kegelapan yang menyelimuti tubuhnya begitu lembut menyentuh kulitku yang merah-hitam terbakar matahari. Udaranya yang lembab begitu menyegarkan jiwaku yang terlalu muak akan kepicikan sang siang yang begitu memenjarakanku dengan rutin-rutinnya. Lalu, bulan dan bintang yang ramah tersenyum diantara kaki-kaki langit selalu menyapa dan mendengar semua keluh kesahku yang lagi-lagi tentang kepicikan siang hari. Sungguh, malam begitu kunanti sepanjang hari. Semua aktivitasku sepanjang hari hanya wadal pembunuh waktu yang kukorbankan untuk bertemu sang malam yang selalu ku rindukan dekapnya. Namun kini aku terdampar di pulau tak berpenghuni karena kapalku dikaramkan ombak kekecewaan yang begitu bernafsu menghancurkanku. Semuanya terasa berbeda setelah aku terdampar disini. Air yang kuminum terasa begitu beracun sehingga tubuhku mulai membiru, udara yang ku hirup begitu perih menyesa...

Tentang Utopia

Aku dimana? Aku benar-benar takut, bahkan untuk menanyakanya pada diriku sendiri. Aku mendapati diriku berada ditengah-tengah akumulasi jutaan manusia di suatu tempat yang sangat luas. Tidaklah seumur hidup aku pernah melihat tempat yang luar biasa luas seperti ini. Ketika memandang ke utara maka akan sampai ke selatan, ketika memandang ke barat maka akan sampai ke timur, begitu pula sebaliknya. Aku memberanikan diri bertanya dalam hati. Apakah dunia sudah kiamat? Apakah semua manusia sudah mati? Apakah ini sebuah persidangan akhir yang termaktub dalam kitab suci? Atau aku hanya bermimpi? Aku enggan bertanya pada orang-orang telanjang disekitarku. Mana mungkin aku yang waras menanyakan hal-hal yang krusial semacam itu pada orang gila tanpa pakaian? Atau mereka yang waras dan aku yang gila? Ahhh mungkin saat itu memang yang waras tidak berpakaian. Tapi baguslah ternyata aku juga tidak berpakaian, setidaknya aku sama gilanya dengan mereka!   Ternyata benar dugaanku, peradaban...

Profanubis

Rima yang berangkat dari lanskap keterulangan. Mengangkangi pitam dengan disiplin kacangan densus dua angka delapan. Mencemari arus hegemoni bangsa Titan yang kalian nobatkan sebagai Tuhan bajakan. Logika penaklukan swasembada pangan dan dominasi pelumuran. Katarsis yg sama menjengkelkan dengan prostitusi Don Yuan prapatan. Arsitek yang membangun reruntuhan dengan sintaksis keterasingan. Plot kota yg melacurkan diri pada simbiosa mutual konstitusi dan parlemen. Stabilitas pasang surut yg mengerupsi bahaya laten. Rahim pusara yg menjagai tameng anti-dekaden petaka Bush bin Laden. Melumat takdir perayaan buruh tani pada hari pertama pasca panen sejak menara satir para nasionalis kalian bangun tanpa semen. Seharam jadah keringat martir laba yg meronta kekang dimuka kutukan Firaun Tutkanhamen. Sehingga, kami pangkas semua manuver klandestin hamba-paduka dengan secawan kopi dan nyala api permanen. Rima penantang awan, sumpah serapah sekaliber kutukan tuhan. Merasuk seti...

Kehilanganmu: Jalan Pulang Paling Rumah Untukku

Kita pernah menjadi sepasang mikrokosmik yang bermain api dan bernazar untuk hidup dibawah atap yang sama di dalam bangunan dua lantai yang kokoh menghujam kaki-kaki langit. Aku menginginkan dua anak laki-laki tetapi engkau lebih merestui sepasang anak laki-laki dan perempuan yg akan menghidupkan keceriaan didalam rumah kita. Kita berdebat panjang tentang itu dibawah temaramnya gugusan langit senja dengan sengkarut pemandangan urban ibu kota dan diantara semilir angin bermuatan co2 yang kerap menerpa rambut indahmu sampai wanginya lekas menyebar ke seluruh penjuru mata angin, menyeruak masuk memenuhi pembuluh-pembuluh darah dalam dadaku. Kamu tahu, aku telah menikmati momen itu lebih banyak dari ribuan kali, sayang! Dengan sendirinya libidoku naik bersamaan dengan itu. Sungguh, aku ingin menikmati setiap jengkal dari eksotika tubuhmu saat itu juga! Apalagi bibirmu yang lembut itu, barangkali itu adalah salah satu yang terindah yang pernah diciptakan tuhan. Dan aku?   Aku hany...

Tragedi

Koen hanya menatap kosong langit malam diatas atap rumahnya. Diantara semilir angin malam yang menerpa tubuhnya, diantara jelaga pola-pola abstrak awan  mendung, dan diantara keabadian bintang-bintang. Koen begitu menyukai langit karena keluasan dan ketidakberhinggaanya. Ia meyakini bahwa, langit bukan terdiri dari tujuh lapisan, melainkan lebih. Ia tidak tahu berapa dan tidak memusingkanya karena ia lebih suka menganggapnya sebuah rahasia sebab sebuah makna hirarki  langit hanyalah persepsi muka bumi. Barangkali?   Namun, pikiran koen tidak sekosong tatapanya malam itu. Pikiranya hilir-mudik kesana-kemari merancang sengkarut strategi hidupnya kelak. Fase wajar yang pasti dilewati semua anak yang baru lulus SMA. Di satu sisi, ia ingin menjadi filsuf yang akan mencerahkan orang banyak dan abadi, seperti Marx dan Nietzsche, tetapi jauh dari kekayaan. Di satu sisi, rasa ingin membahagiakan ibunya, rasa takut tidak sukses dengan memiliki banyak uang, dan...