Langsung ke konten utama

Tentang Utopia


Aku dimana? Aku benar-benar takut, bahkan untuk menanyakanya pada diriku sendiri. Aku mendapati diriku berada ditengah-tengah akumulasi jutaan manusia di suatu tempat yang sangat luas. Tidaklah seumur hidup aku pernah melihat tempat yang luar biasa luas seperti ini. Ketika memandang ke utara maka akan sampai ke selatan, ketika memandang ke barat maka akan sampai ke timur, begitu pula sebaliknya. Aku memberanikan diri bertanya dalam hati. Apakah dunia sudah kiamat? Apakah semua manusia sudah mati? Apakah ini sebuah persidangan akhir yang termaktub dalam kitab suci? Atau aku hanya bermimpi? Aku enggan bertanya pada orang-orang telanjang disekitarku. Mana mungkin aku yang waras menanyakan hal-hal yang krusial semacam itu pada orang gila tanpa pakaian? Atau mereka yang waras dan aku yang gila? Ahhh mungkin saat itu memang yang waras tidak berpakaian. Tapi baguslah ternyata aku juga tidak berpakaian, setidaknya aku sama gilanya dengan mereka!

 

Ternyata benar dugaanku, peradaban manusia sudah usai dan dunia sudah kiamat. Aku mulai gusar. Bagaimana tidak, selama ini aku jarang sekali menjalankan perintahNya. Justru sebaliknya, aku sering melakukan hal-hal maksiat semasa aku hidup dan yang lebih mengkhawatirkanya lagi, aku sama sekali belum bertaubat dan meminta ampun. Gawat sekali, aku benar-benar lupa apakah tadi aku sudah sholat. Aku benar-benar lupa kapan terakhir kali aku sholat, atau mungkin aku memang tidak pernah sholat? Ahhh Aku belum siap untuk mati! Tetapi Aku yakin manusia-manusia telanjang lain juga merasakan kegelisahan yang sama denganku. Atau mungkin malah lebih gelisah dariku? Sebab aku yakin banyak diantara mereka yang lebih nista dan berdosa dariku. Setidaknya jika aku masuk neraka, aku tidak disiksa sendirian bukan? Pasti sebagian besar dari populasi ini akan masuk neraka dan aku bisa sedikit lebih tenang karena aku akan memiliki banyak teman sepenyiksaan.

 

Dihadapan mimbar, Tuhan berdiri hampir gagah dipodiumNya. DisampingNya para malaikat dan para staff akhirat berjajar rapi. Manusia-manusia telanjang termasuk aku terkesima melihat Tuhan. Inilah misteri terbesar dalam sejarah manusia, eksistensi Tuhan. Segala rasa bercampur-aduk didalam hatiku. Meskipun rasa takut yang mendominasi, tetapi ada juga rasa kagum, kaget, malu, bahagia, cinta, benci dan bahkan perasaan-perasaan yang tidak terdefinisi. Lalu Tuhan memanggil satu per satu dari kami. Satu per satu kami dihadapkan kepadaNya. Berawal dari para nabi, lalu orang-orang suci, lalu orang-orang yang tidak terlalu suci tapi masih dalam golongan suci, lalu yang tiga per empat suci, empat per delapan suci dilanjutkan yang setengah suci setengah biasa saja, kemudian yang agak suci, berikutnya yang sedikit suci, lalu yang mendekati suci, lalu yang tidak suci sama sekali.

 

Kurang lebih 80 juta tahun sebelum akhirnya namaku dipanggil. Entah aku berada digolongan suci yang mana yang pasti aku sudah terlalu bosan ketika itu, manusia-manusia telanjang lain yang belum dipanggil juga terlihat sama bosannya. Bahkan, Tuhan pun sudah terlihat bosan (salah sendiri kenapa menciptakan manusia begitu banyak!). lalu aku bergegas menghampiriNya. Meneguhkan hati dan jiwaku sesaat agar terlihat lebih meyakinkan dimata Tuhan. Lalu Tuhan bergumam-gumam cukup lama Melihat catatanku, lalu memberi isyarat pada dua malaikat yang dari awal setia disisiNya. Aku heran melihat kesetiaan kedua malaikat itu. Bagaimana tidak, hanya merekalah yang tidak sedikitpun menunjukan mimik wajah lelah atau bosan selama 80 juta tahun terakhir ini. Apakah mereka sudah mati rasa? Lalu mereka mencengkram kedua lenganku dengan kasar. Masing-masing satu malaikat pada setiap lengan. Aku ingin protes. Tapi aku terlalu takut untuk itu, sehingga aku hanya diam dan terseok-seok mengimbangi langkah mereka yang sangat cepat. Kedua malaikat itu menyeretku ke belakang podium. Dari situ aku bisa melihat punggung Tuhan. Ternyata, kegagahaNya hanya tampak dari depan.

 

Kedua malaikat itu terus menyeretku sampai kami tiba di sebuah tempat seperti sebuah tepian jurang. Setelah aku perhatikan, ternyata tepian itu adalah batas antara tanah maha luas dengan sebuah jurang yang juga maha dalam. Aku mulai berpikir kalau jurang itu tak berdasar dan kalaupun ada dasarnya, aku tidak berani membayangkan apa yang berada di dasar sana.

 

“Tempat para pendosa adalah neraka!”. Teriak salah satu malaikat sambil mendorong tubuhku ke dalam jurang. Aku tidak begitu kaget sebab sewaktu aku kecil, skenario ini sudah sering aku dengar lewat dongeng sebelum tidur yang dibacakan ibuku.

 

Aku terjatuh ke dalam jurang maha dalam itu. Melayang-layang sambil menggapai-gapai udara kosong disekitarku. Semakin lama semakin gelap, aku jatuh. Hanya jatuh. Jatuh tak berkesudahan, entah berapa lama sudah aku terjatuh. Aku masih saja terjatuh. Mulai bosan rasanya. Entah berapa lama lagi akan sampai di dasar. Setelah kira-kira melayang selama 5 juta tahun akhirnya aku membentur sesuatu. Tubuhku hancur, bukan main sakitnya.

 

“Wahai para pendosa takut lah kamu! ini adalah neraka, tempat dimana segala rasa sakit dihidangkan selagi hangat”. Sesosok makhluk besar, menyeramkan dan bau menghampiri tubuhku yang masih kesakitan akibat hancur terjatuh tadi.

Rupanya itu adalah malaikat penjaga neraka. Seperti katanya, mendadak aku menjadi takut. proyeksi penyiksaan dengan skala yang tanpa ampun tiba-tiba muncul dalam benakku. Lalu sesaat kemudian aku diseretnya dengan sangat brutal. Ia menjadikan rambutku sebagai tali kekang. Aku tidak punya daya dan upaya apapun untuk melawan. Tubuhku terus diseret diatas lantai neraka yang panas dan berapi-api disetiap sudutnya. Sebagian kulit dan dagingku sampai tercecer berdarah-darah sepanjang jalan.
 


Mulai saat itu aku disiksa tanpa henti. Kepalaku dipukuli sampai hancur, anusku ditusuk besi panas, tubuhku dikuliti, mataku dicungkil, kuku dan gigiku dicabut paksa atau disuruh memakan bara api dan darah kotor. Begitu terus selama kurang lebih 80 juta tahun. Lalu aku bosan. Ya, lagi-lagi aku bosan. Acara cungkil mata dan kawan-kawannya sudah tidak terasa menakutkan lagi. Malaikat penjaga neraka sekarang malah lebih mirip badut menyedihkan ketimbang ogre yang mengerikan. Sampai suatu ketika malaikat yang biasa menusuk-nusuk anusku dengan besi panas datang menghampiri ku. Tapi kali ini ia tidak membawa besi panas dan malah mengantarkanku sampai ke depan pintu gerbang neraka untuk kemudian menendang bokongku keras-keras sampai aku terpental jauh, jauh sekali.

 

Setelah beberapa saat terpental aku sampai di suatu tempat dengan menyakitkan. Aku tidak sadarkan diri. Lalu setelah beberapa saat aku sadar, betapa bahagianya aku ketika menyadari diriku berada diantara belaian lembut dua makhluk paling cantik yang pernah aku lihat seumur hidup. Aku berani bertaruh bahwa tidak ada yang menyamai kecantikan mereka di dunia sebab betapapun cantiknya perempuan di dunia, dua makhluk ini sudah pasti seribu kali lipat lebih cantik! Lalu makhluk-makhluk cantik itu membasuhi wajahku dengan air segar. Air yang sangat segar, yang juga kesegaranya tidak ada tandinganya di dunia. Lalu dibersihkan pula sisa-sisa neraka dari tubuhku.

 

Dan ketika memasuki gerbang aku disambut oleh banyak sekali makhluk-makhluk maha cantik. Seolah-olah aku seperti seorang raja yang baru memenangkan pertempuran penting yang akan menentukan nasib rakyatku sampai seribu tahun kedepan. Dielu-elukan, diagung-agungkan, disanjung-sanjung. Aku takjub, tidak ada satu pun aku lihat hal buruk di surga, tidak pula aku cium bau-bauan yang buruk, tidak pula suara atau kalimat yang buruk. Semuanya mulia, semuanya indah, semuanya sempurna.

 

Setiap hari, setiap jam, setiap detik, bahkan setiap satuan waktu terkecil yang tidak dapat dibagi lagi dipenuhi oleh kenikmatan. Kenikmatan yang tanpa batas. Bahkan akupun sampai heran sendiri. Sebenarnya, kebaikan apa yang pernah aku lakukan sampai aku dihadiahi kenikmatan yang tiada tara seperti ini? Maka, bertanyalah aku pada salah satu bidadari favoritku yang setiap menitnya aku ajak bercinta. 

 

“Wahai bidadari, tahukah engkau apa yang sesungguhnya menjadikan aku penghuni surga?”

 

“Hmm… mungkin semasa hidup tuan adalah ahli ibadah”

 

“sepertinya aku manusia yang jarang sholat”

 

“Atau mungkin Tuan rajin berpuasa?”

 

“Riwayat puasaku juga tidak terlalu baik”

 

“Hmm… Pasti tuan semasa hidup adalah seorang dermawan yang ikhlas”

 

“Aku memang pernah memberi uang kepada seorang pengemis, tapi setelah itu aku menyesal karena tidak punya receh untuk membeli rokok”. Bidadari itu kelihatan bingung, seperti sedang memikirkan alasan-alasan lain yang biasa membuat manusia bisa masuk surga.

 

“Nah, mungkin karena tuan seorang yang jujur, buktinya tuan mengaku kalau tuan menyesal telah bersedekah”. Bidadari itu berkata sambil tersenyum lembut padaku.

 

“Ahh, aku sering kali berbohong pada ibuku tentang banyak hal”

 

“Nah, tuan jujur lagi bahwa tuan sering berbohong”

 

“Wahai bidadari yang luar biasa cantik, apakah syarat termudah untuk masuk surga?”

 

“Hmm… sepertinya tuan hanya butuh iman. Tuan harus percaya pada eksistensi Tuhan dan mengakui-Nya sebagai Yang Esa. Apakah tuan percaya?”

 

“Ya, aku percaya pada eksistensiNya, aku meyakini bahwa ada sesuatu yang menciptakan tapi tidak diciptakan, yang mengatur tapi tidak diatur,yang menggerakan tapi tidak bergerak, yang merubah tapi tidak berubah. Aku tidak meragukan itu, aku meyakini bahwa segala yang baik berasal dari sesuatu itu. Dan yang baik itu kembali kepada sesuatu itu. Kembali menjadi Dia. Dia yang esa. Ada Tuhan dalam setiap diri. Seperti yang di atas begitu juga yang di bawah”

 

“Nah, alasan itu yang mungkin membuat tuan berada di surga”

 

“Aku tidak yakin, sepertinya aku tidak benar-benar pantas”

 

“mengapa?”

 

“Karena aku tidak pernah benar-benar menyembahNya. Logikaku terlalu sombong untuk direndahkan, Aku tidak mau menyembah sesuatu yang kredibilitasnya diragukan secara logika”.

 

“Tapi Ia memang tidak butuh disembah, makhluklah yang butuh menyembahNya”.

 

“Tapi aku sombong dan sombong adalah sifat iblis. Tempat iblis adalah di neraka, Abadi didalamnya”

 

“Tuan salah”

 

“Apanya yang salah?”

 

“Iblis tidak berada di neraka saat ini”

 

“Wahai bidadari yang luar biasa cantik, tidakkah engkau sedang mendustaiku?”

 

“Wahai manusia yang mulia, kami para bidadari tidak diberi kemampuan untuk berdusta. Saat ini iblis yang kau kenal sedang berada di sisiNya”.

 

“Lalu bagaimana bisa iblis sang musuh abadi manusia bisa berada di sisiNya?”

 

“Karena Ia lebih mulia dari yang lain”

 

“Tunggu, tapi apakah sang iblis benar-benar ada secara wujud, atau hanya representasi dari sifat-sifat buruk manusia?”

 

“Wahai manusia yang mulia, apakah menurutmu malaikat benar-benar ada atau hanya representasi dari sifat-sifat baik manusia? Apakah aku ada atau hanya representasi dari segala konsep kecantikan dan keindahan yang mampu dikhayalkan manusia? Apakah Tuhan benar-benar ada atau hanya representasi dari segala reduksi kesempurnaan, keabadian, kekuatan, dan kebaikan yang mampu dipikirkan manusia? Apakah Tuhan ada dengan sebenarnya atau hanya ada dalam pikiran? Apakah kamu, aku, mereka, dan semesta ada dengan sebenarnya atau hanya ada dalam pikiran Tuhan? Dan ketika Tuhan berhenti memikirkan kita maka kita menjadi tidak ada?”

 

“Wahai bidadari yang cantik tiada tara, tapi bagaimana mungkin iblis yang menjadi sumber segala kesengsaraan manusia, pembunuhan, pembantaian, perampasan, pemerkosaan, pelecehan, penghinaan, perseteruan dan peperangan, bisa begitu mulia disisi Tuhan?”.

 

“Kenapa kamu jadi menyalahkan iblis atas itu semua?”

 

“Apakah seharusnya tidak begitu?”

 

“Beribu maaf wahai manusia yang mulia, tapi kalian umat manusia selalu saja mencari pembenaran metafisik atas segala sesuatu yang kalian lakukan secara sadar”

 

“Tapi dimana letak kemuliaan iblis itu wahai bidadari?”

 

“Iblis adalah yang memisahkan telur-telur busuk dari dalam keranjang. Iblis yang memisahkan kerikil dari beras. Tuhan telah memuliakan kalian wahai manusia. Ia memberikan kepada manusia sesuatu yang tidak diberikan kepada makhlukNya yang lain. Ia memberikan kalian pilihan. Kalian para manusia, selalu bebas memilih untuk menjadi diri kalian sendiri. Dirimu adalah apa yang kamu pilih, bukan apa yang Tuhan ciptakan. Ketika Adam diciptakan, iblis menolak merendahkan diri pada Adam, maka terkutuklah sang iblis. Mulai saat itu Ia mengenakan jubah keterhinaan. Iblis memakai juga topeng kebencianNya. Lalu iblis bersumpah akan menggoda manusia sepanjang masa. Maka jadilah Ia suatu sumber keburukan, yang dihina, dan dicerca selamanya. Ia terusir dari surga dalam wujud terburuknya. Tapi asalkan engkau tahu wahai manusia, itu semua adalah sebuah bentuk ketaatan iblis kepada Tuhan. Itu semua adalah bentuk ibadahnya. Seperti juga sholatmu, puasamu dan sedekahmu. Ia telah menunjukkan siapa-siapa saja yang setia, dan siapa-siapa saja yang memalingkan wajahnya dari Tuhan. Maka hari ini janganlah kamu membanding-bandingkan kemuliaan kamu dengan dia”. Saat itu juga aku merasa ditampar dengan sangat keras, aku sama sekali tidak pernah berpikir kesana.

 

“Berarti, segalanya hanya sebuah skenario? Sebuah konspirasi besar? Lalu apalah artinya manusia wahai bidadari? Apakah kami hanya mainan Tuhan saja?”

 

“Tidakkah kamu mensyukuri segalanya wahai makhluk paling mulia? Jika saja skenario itu tidak dijalankan itu artinya kalian manusia akan dilahirkan dan tumbuh besar di surga ini. Kalian akan terlalu terbiasa dengan kenikmatan surgawi. Lalu apakah surga masih akan menjadi sesuatu yang eksklusif bagi kalian? Bukankah surga menjadi eksklusif karena kalian telah menjalani hidup di dunia?” Aku hanya terdiam kehabisan bahan bantahan.

 

“Malih, bangun nak hari sudah pagi. Ayo bangun, kamu harus berangkat lebih awal hari ini. Papa kan gak bisa ngantar adik” Sembari menepuk-nepuk punggungku, ibu mencoba membangunkanku dengan lembut. Sesaat kemudian aku sadar. Sedikit menyesal mengetahuinya bahwa kenikmatan surgawi yang baru saja aku rasakan ternyata hanyalah mimpi. Tetapi, tentu saja aku harus segera sadar dan turun dari surga untuk memulai kembali kemonotonan rutinitas harianku hari ini.

“Iya bu, aku udah bangun kok!”

Komentar

  1. Jadi tulisan ini menceritakan tentang surga neraka yang dipertanyakan eksistensinya? Atau menurunnya keeksklusifan dari tempat tsb sekarang ini? Tempat itu tidak lagi menjadi tujuan akhir dari orang2 modern zaman sekarang karena sesuatu yang abadi itu tidak masuk akal dan pasti akan menemukan titik jenuh?
    Aku juga baru sadar jika ternyata iblis tidak sejahat itu. Semua sikapnya selama ini sampai hari penghakiman nanti adalah bentuk ibadahnya kepada Tuhannya? Wow.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayakan Kematian Nalar

Selalu ada pertama kali untuk segala sesuatu. Cheran menjadi kota anarkis pertama di Mexico yang berhasil mengatur dirinya sendiri secara otonom tanpa bantuan pemerintah. Neil Amstrong manusia pertama yang berhasil mendarat di bulan. Tahun 2012 untuk pertama kalinya Canibus dibantai dengan sangat memalukan pada sebuah rap battle. Nietzsche filsuf pertama yang menelanjangi moralitas penganut Kristen eropa. Jerinx orang Indonesia pertama, yang secara massif, membuktikan bahwa musik, idealisme serta konsistensi memiliki daya pukul yang membuat simbiosa mutual oligarki dan Negara tak lebih bernilai dari kumpulan pandir bermodal. Dan untuk hal yang paling ajaib dalam hidup saya, untuk pertama kalinya saya sudi menonton debat capres. Sebuah kesadaran yang jarang sekali saya pikirkan mengingat betapa kotornya iklim politik di negeri ini. Kesadaran itu dipantik oleh seorang kawan, sebut saja Mawar, sore itu saat sedang membicarakan agenda ngumpul pada malam harinya. ‘’Nanti mal...

Benarkah Gondrong Harus Diselamatkan?

Menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang beruntung dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memiliki spesialisasi di bidang ilmu tertentu. Betapa tidak, menjadi mahasiswa terkonotasi langsung dengan menjadi bebas dalam konteks belajar. Kita tidak lagi harus dipaksa tunduk dalam otomatisasi kedisiplinan artifisial ala sekolahan selama 12 tahun, dari SD, SMP dan SMA kita dipaksa mematuhi tata tertib dan proses belajar serba teratur di sekolah yang kemudian mendikte aktivitas keseharian kita dalam rutin-rutin yang monoton dan membosankan. Tata tertib sekolah kemudian menjadi substansi yang paling bertanggung jawab atas terrenggutnya keceriaan masa kanak-kanak kita dengan mereduksi hidup menjadi tanggung jawab moral keteraturan yang mengatur jam tidur, jam bangun tidur, jadwal makan, bagaimana cara memakai seragam, bagaimana cara menjadi murid yang baik (hormati guru, sayangi teman) dan segala tetek bengek artifisial yang ditamengi proses b...

Profanubis

Rima yang berangkat dari lanskap keterulangan. Mengangkangi pitam dengan disiplin kacangan densus dua angka delapan. Mencemari arus hegemoni bangsa Titan yang kalian nobatkan sebagai Tuhan bajakan. Logika penaklukan swasembada pangan dan dominasi pelumuran. Katarsis yg sama menjengkelkan dengan prostitusi Don Yuan prapatan. Arsitek yang membangun reruntuhan dengan sintaksis keterasingan. Plot kota yg melacurkan diri pada simbiosa mutual konstitusi dan parlemen. Stabilitas pasang surut yg mengerupsi bahaya laten. Rahim pusara yg menjagai tameng anti-dekaden petaka Bush bin Laden. Melumat takdir perayaan buruh tani pada hari pertama pasca panen sejak menara satir para nasionalis kalian bangun tanpa semen. Seharam jadah keringat martir laba yg meronta kekang dimuka kutukan Firaun Tutkanhamen. Sehingga, kami pangkas semua manuver klandestin hamba-paduka dengan secawan kopi dan nyala api permanen. Rima penantang awan, sumpah serapah sekaliber kutukan tuhan. Merasuk seti...