Langsung ke konten utama

Kehilanganmu: Jalan Pulang Paling Rumah Untukku


Kita pernah menjadi sepasang mikrokosmik yang bermain api dan bernazar untuk hidup dibawah atap yang sama di dalam bangunan dua lantai yang kokoh menghujam kaki-kaki langit. Aku menginginkan dua anak laki-laki tetapi engkau lebih merestui sepasang anak laki-laki dan perempuan yg akan menghidupkan keceriaan didalam rumah kita. Kita berdebat panjang tentang itu dibawah temaramnya gugusan langit senja dengan sengkarut pemandangan urban ibu kota dan diantara semilir angin bermuatan co2 yang kerap menerpa rambut indahmu sampai wanginya lekas menyebar ke seluruh penjuru mata angin, menyeruak masuk memenuhi pembuluh-pembuluh darah dalam dadaku.


Kamu tahu, aku telah menikmati momen itu lebih banyak dari ribuan kali, sayang! Dengan sendirinya libidoku naik bersamaan dengan itu. Sungguh, aku ingin menikmati setiap jengkal dari eksotika tubuhmu saat itu juga! Apalagi bibirmu yang lembut itu, barangkali itu adalah salah satu yang terindah yang pernah diciptakan tuhan. Dan aku?  Aku hanyalah pendosa yang berulang kali khilaf di tubuh yang berpura-pura lupa.

Bahkan sampai saat ini, dua tahun pasca kepergianmu pikiranku masih terlalu sering memutar kisah lama tentang kita hanya untuk mengelabui sepi. Tapi, apakah hanya untuk mengelabui sepi? Tidak! Tentu saja lebih dari itu! Aku masih mengharapkanmu datang lagi padaku dengan senyum yang sama pada saat kuyup hujan membasahi tubuhmu dan menuntunmu ke toko kasetku.

Sungguh, meski begitu dalam engkau melukaiku namun aku masih sangat mencintai dan mengharapkanmu, Laras. Pesonamu bagaikan anak panah beracun yang menghujam telak dadaku dan meracuninya dengan cinta. Meski aku telah terlampau jauh tersesat namun bayang wajahmu selalu menjadi oasis yang menyegarkan ditengah kegersangan gurunku. Dan diatas itu semua telah kuciptakan singgasana kerinduan paling intim dari mencintaimu, sayang.

Dari singgasana itu aku selalu menjemput pagi dengan secawan kopi dan ingatan purna tentang kedatangan pertamamu. Dengan rasa yang sama, situasi yang sama, intensitas hujan yang sama, debar irama jantung yang sama, sakit yang sama yang Viona sponsori, ah! Bahkan aku ingat semuanya!
 
K
“Mas, boleh numpang berteduh gak? Ujanya deras banget!” Tanya seorang gadis berwajah oriental dengan tinggi kurang lebih 170 cm

“oh boleh mbak, Kalo mau berteduh duduk aja di dalem sebelum kesemutan. Durasi ujan panjang kalo udah bulan Desember”

“Hmm gak enak ah! Aku mau disini aja!” Gadis itu seperti takut denganku, apakah aku tampak jahat baginya?

“tenang aja aku bukan orang jahat kok, kenalin nih mastoer!” aku memperkenalkan diri sembari menjabat tanganya.

“aku Laras, Laras Niken Pramanti. Salam kenal ya, mas!” Laras membalas jabatantanganku.

 

Lalu dari situlah kami berdua mulai mengenal satu sama lain. kebetulan hujan turun agak lama kala itu sehingga aku dapat menanyakan banyak hal tentangnya. Ternyata, Laras adalah seorang sarjana hukum yang baru lulus tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, ia lulusan salah satu universitas papan atas di negeri Paman Sam! Ia datang kesini untuk mengunjungi ibunya yang tinggal di komplek yg tak jauh dari toko kasetku.

Aku senang, karena kali ini yang datang ke toko ku bukan Cuma anak punk ataupun metalhead kampung namun juga gadis cantik lulusan Amerika! Yang lebih menyenangkan lagi adalah ia mau memberikan nomor HPnya padaku. Sungguh, aku merasa tidak butuh waktu lama untuk jatuh cinta padanya.

Laras meminta ijin untuk pulang sesaat setelah hujan reda. Ia tidak ingin ayahnya khawatir padanya, tuturnya. Aku yang masih terlalu nyaman berada didekatnya tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya pergi barang sedetik pun. Lalu Laras pun pulang dengan mengendarai sepeda motornya. Aku hanya bisa berharap pada sisa-sisa rintik hujan dan kerumitan takdir agar ia selamat sampai dirumah.

Keesokan harinya dan hari-hari setelahnya Laras mulai sering berkunjung ke tokoku, biasanya ketika sore hari. Itulah waktu yang selalu aku tunggu-tunggu karena di waktu itu, aku bisa bercanda dan tertawa bersama gadis yang aku sukai. Sekarang, aku merasa semakin dekat denganya bahkan wangi parfumnya aku sudah hafal di luar kepala. Dan ketika wanginya datang dari kejauhan, hidungku langsung mengintrodusir pikiranku bahwa itu adalah dirinya, Laras.

Aku merasakan rongga dadaku semakin sesak dipenuhi rasa yang meluap-luap di setiap rotasi waktu yang aku jalani. Aku tidak hanya ingin merasakanya secara sepihak, namun aku juga harus memilikinya! Aku harus menyatakan cinta padanya! Tetapi, apakah Laras akan menerimaku? Apakah ia juga merasakan hal yang sama denganku? Bagaimana jika sebaliknya, ia tidak menyimpan rasa apa-apa padaku? Jika demikian, bukankah hal itu justru akan membuatnya menjauh dariku?

Ahh! Persetan dengan kemungkinan! sisi optimismeku yakin ia akan menerimaku. Aku dapat membacanya lewat gestur tubuhnya ketika dekat denganku, cara bicaranya ketika bicara padaku, tatapan matanya ketika menatapku. Semuanya merupakan bukti implisit bahwa ia menyimpan rasa yang sama bukan?

Tidak lama kemudian, dengan kemenawanan yang kesekian kalinya Laras pun datang.

“Ras! Sini deh, aku punya sesuatu buat kamu”

“Apa mas?”

“Masuk aja, aku punya surprise hehe, tapi sebelumnya tokonya harus di tutup dulu. Ayo sini masuk!” Tanpa keberatan berarti Laras pun segera menuruti pintaku.

“Wah asik! Apa nih surprisenya?”

Ini bukanlah surprise sebenarnya, aku hanya punya setangkai bunga mawar yang aku beli di Pasar tadi siang. Tapi dengan setangkai mawar ini lah aku akan memenangkan hatimu dan akan menjaganya seumur hidup, sayang. Aku memang sengaja menciptakan suasana hening saat itu karena aku akan memutar lagu Club 80’s – Dari Hati. Lagu yang paling merepresentasikan suara hatiku saat itu, Lagu yang akan membuatnya jatuh ke kedalaman rasa sang penyair!

Setelah lagu ku putar aku hanya diam sembari merangkai kata-kata yang akan memikat hatinya. Namun tentu saja pandanganku tak terlepas darinya. Wajahnya terlihat memerah dan binar matanya menatapku seolah-olah ia menemukan apa yang selama ini ia cari. Aku sedikit lega melihatnya sebab dari situ aku bisa melihat presentase keberhasilanku telah meningkat drastis!

Ternyata sebuah respon yang tak disangka-sangka terjadi setelah lagu itu menjemput detik terakhirnya. Laras berdiri datang padaku lalu memelukku!

“Aku sayang kamu mas, sejak pertama kita ketemu aku udah tertarik sama kamu makanya aku sering dateng kesini. Dan karena aku belum punya cowok, mas mau nggak jadi cowok aku?”

Aku merasa tersambar petir! Aku tidak menyangka! Tapi aku tidak boleh kehilangan maskulinitasku, aku harus segera meresponya!

“Mau kok mau! Aku juga sayang sama kamu ras. Sama juga kayak kamu, aku tertarik sama kamu dari pertama kita ketemu. Aku selalu memimpikan momen-momen kayak gini”

Lalu aku pun membalas pelukanya dan mencium keningnya dengan perasaan cinta yang meluap-luap sampai aku tak bisa untuk membendungnya.

Kami masih berpelukan, lalu bibirku mencoba meraih bibirnya. Aku merasakan semesta diantara kelembutan bibirnya, pelan-pelan aku rasakan deru nafasnya begitu lembut dan hangat seperti angin senja. Tak lama kemudian Laras merasakan jemariku bergerilya diantara padat dadanya, memijit dan meremas. Toko tidak menjamin kenyamanan sama sekali, kami berinisiatif untuk pindah ke kamarku.

Aku masih tidak menyangka mampu mendapatkan wanita sesempurna Laras. Bagaimana tidak, aku merasa bangga karena cowok lain dibelahan dunia manapun pasti iri denganku ketika tahu hubungan aku dan dia. Kini, bukan lagi Si Pungguk yang merindukan Bulan  tapi Si pungguk dan Bulan Yang sama-sama merindu! Hubunganku denganya sudah berjalan 5 Bulan berlalu sejak aku memilikinya dan selama 5 bulan itu pula toko ku selalu tutup 2 jam l ebih awal.

Ketika memasuki bulan ke-6, hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Sore itu aku melihat mobil sedan mewah berwarna merah berhenti di depan toko dengan seorang wanita cantik dan Laras yang keluar dari dalamnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Laras hanya saja wajahnya terlihat murung dan sedih.

“Sayang, ada apa?” Tanyaku

“ng ng nggak apa-apa kok” jawab Laras sembari menitikkan airmata.

Suasana tidak mengenakkan itu tidak berlangsung lama sebab wanita cantik yang satunya segera mengambil alih keadaan.

“Mastoer, perkenalkan nama saya Viona. Saya gatau dan gamau tau tentang sejauh mana hubungan kalian. Saya Cuma mau kasih tau kamu bahwa saya adalah tunanganya Laras yang Di Amerika, saya dateng kesini mau jemput dia karena, sesuai kesepakatan, minggu depan kita mau nikah di Belanda”

“Mas! Maafin aku!” Laras menangis sejadi-jadinya.

Aku hanya bisa terdiam tanpa kata, perasaan sakit yang menghancurkan hatiku berkeping-keping. Petir yang menyambar 5 bulan lalu untuk menyadarkanku kini menyambar kembali. Tapi bukan untuk menyadarkan melainkan untuk menghancurkan. Laras memang berkata bahwa ia tidak punya cowok. Tapi bukankah ia tidak pernah mengatakan bahwa ia tidak punya pasangan?

“Aku hancur, begitu sakit menerima kenyataan yang pahit ini. Tapi engkau mengajarkanku bahwa aku tidak boleh bermain terlalu jauh dari rumah, rumah Si Pungguk tetaplah di Gubuk! Beginilah jadinya ketika ia main di Istana. Terima kasih!”

Lalu Viona dan Laras pergi tanpa sepatah katapun, hanya Laras yang memberikan senyum terakhirnya yang ditopengi tangis dan air mata.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayakan Kematian Nalar

Selalu ada pertama kali untuk segala sesuatu. Cheran menjadi kota anarkis pertama di Mexico yang berhasil mengatur dirinya sendiri secara otonom tanpa bantuan pemerintah. Neil Amstrong manusia pertama yang berhasil mendarat di bulan. Tahun 2012 untuk pertama kalinya Canibus dibantai dengan sangat memalukan pada sebuah rap battle. Nietzsche filsuf pertama yang menelanjangi moralitas penganut Kristen eropa. Jerinx orang Indonesia pertama, yang secara massif, membuktikan bahwa musik, idealisme serta konsistensi memiliki daya pukul yang membuat simbiosa mutual oligarki dan Negara tak lebih bernilai dari kumpulan pandir bermodal. Dan untuk hal yang paling ajaib dalam hidup saya, untuk pertama kalinya saya sudi menonton debat capres. Sebuah kesadaran yang jarang sekali saya pikirkan mengingat betapa kotornya iklim politik di negeri ini. Kesadaran itu dipantik oleh seorang kawan, sebut saja Mawar, sore itu saat sedang membicarakan agenda ngumpul pada malam harinya. ‘’Nanti mal...

Benarkah Gondrong Harus Diselamatkan?

Menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang beruntung dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memiliki spesialisasi di bidang ilmu tertentu. Betapa tidak, menjadi mahasiswa terkonotasi langsung dengan menjadi bebas dalam konteks belajar. Kita tidak lagi harus dipaksa tunduk dalam otomatisasi kedisiplinan artifisial ala sekolahan selama 12 tahun, dari SD, SMP dan SMA kita dipaksa mematuhi tata tertib dan proses belajar serba teratur di sekolah yang kemudian mendikte aktivitas keseharian kita dalam rutin-rutin yang monoton dan membosankan. Tata tertib sekolah kemudian menjadi substansi yang paling bertanggung jawab atas terrenggutnya keceriaan masa kanak-kanak kita dengan mereduksi hidup menjadi tanggung jawab moral keteraturan yang mengatur jam tidur, jam bangun tidur, jadwal makan, bagaimana cara memakai seragam, bagaimana cara menjadi murid yang baik (hormati guru, sayangi teman) dan segala tetek bengek artifisial yang ditamengi proses b...

Profanubis

Rima yang berangkat dari lanskap keterulangan. Mengangkangi pitam dengan disiplin kacangan densus dua angka delapan. Mencemari arus hegemoni bangsa Titan yang kalian nobatkan sebagai Tuhan bajakan. Logika penaklukan swasembada pangan dan dominasi pelumuran. Katarsis yg sama menjengkelkan dengan prostitusi Don Yuan prapatan. Arsitek yang membangun reruntuhan dengan sintaksis keterasingan. Plot kota yg melacurkan diri pada simbiosa mutual konstitusi dan parlemen. Stabilitas pasang surut yg mengerupsi bahaya laten. Rahim pusara yg menjagai tameng anti-dekaden petaka Bush bin Laden. Melumat takdir perayaan buruh tani pada hari pertama pasca panen sejak menara satir para nasionalis kalian bangun tanpa semen. Seharam jadah keringat martir laba yg meronta kekang dimuka kutukan Firaun Tutkanhamen. Sehingga, kami pangkas semua manuver klandestin hamba-paduka dengan secawan kopi dan nyala api permanen. Rima penantang awan, sumpah serapah sekaliber kutukan tuhan. Merasuk seti...