Langsung ke konten utama

Dual Delusi


ADA SETAN BERKELIARAN DI INDONESIA! Setan kabar merampot. Media massa mainstream secara umum mendefinisikanya sebagai hoax, Sesuai dengan perbendaharaan kata yang muncul dalam kamus Bahasa Inggris versi Merriem Webster yang berarti: Sebuah perbuatan yang bertujuan mengelabui atau membohongi dan menjadikan sesuatu sebagai kebenaran umum melalui fabrikasi dan kebohongan yang disengaja.
 
Setan itu berkeliaran dimana-mana, ia menyelinap diantara surat rekomendasi negara donor, juga menggedor pintu penguasa dan menyusuri lorong-lorong kawasan kumuh berbau comberan. ia mengisi awal tahun dengan ekspektasi langitan dan menutup akhir tahun dengan akumulasi kedengkian. Membawa angin pengetahuan yang (pura-pura) mencerahkan dan lebih banyak borok pembodohan.

Kegeraman terhadap setan itu menjadi semakin kompleks dengan daya jangkau dan kecepatan penyebaranya melebihi kemampuan pemerintah dalam memperbaiki jalanan rusak. Semua kekuasaan berintegrasi dan berikrar dalam aliansi keramat untuk memeranginya. Hoax merupakan anak emas kapitalisme digital yang diakui semua pihak memiliki daya chaotic berlipat ganda yang kerap menimbulkan bencana sosial dan membunuh karakter seseorang/golongan. Dalam ajang politik elektoral kontemporer Indonesia, Setan ini menjadi ongkos murah yang bisa mengantarkan bukan siapa-siapa menjadi siapa-siapa. Kemampuan mobilitasnya yang begitu taktis menebar racun kebencian memang patut diacungi jempol. Begitu sulit mencari penangkalnya. Platform medsos bukan sekedar produk maya tanpa bentuk. Ia merepresentasikan laju sejarah senjakala kapitalisme cetak yang mencipta 'masyarakat terbayangkan' dengan kapitalisme digital yang melahirkan 'masyarakat terbingungkan' pada fajar abad ke 21. Wujud materialnya ditunjukkan melalui serat kabel optik ratusan ribu kilometer yang tertanam di dasar samudera dan menghantarkan dessilion kalimat-kalimat putus cinta, foto mesum, LABEL KAFIR, dsb yang mewujud dalam design futuristik layar flatron serta smartphone mutakhir masyarakat modern.

Barangkali Setan ini juga yang sedikit banyak mensponsori isu-isu dimensional etnis dan keagamaan di Kalimantan Barat antara Pak Cornelis dan FPI. Setelah sengkarut Ahok melawan suprastruktur politik di Jakarta sudah terlalu basi menjadi tajuk utama media-media mainstream, kini poros konflik berpindah ke pulau seberang yang berjarak 1 jam 15 menit lewat udara. Konflik yang bermula dari pengusiran pentolan-pentolan FPI yang dikomandoi oleh Pak Cornelis, langsung membuat umat muslim seantero kalbar bahkan nasional menjadi latah ketika beritanya menyebar lewat sosmed. Buzzer-buzzer kaki lima dengan sigap segera menggiring Opini publik perihal Cornelis dan Dayak adalah musuh bersama umat islam, mereka memerangi islam dan yang paling penting disini adalah pemberian label kafir atas mereka. Ormas-ormas kesukuan dan keagamaan kemudian beraliansi kedalam front dan siap bertempur kapan saja jika dibutuhkan. tabiat serupa, meminjam bait Morgue Vanguard dalam Puritan, "Melahap dunia menjadi pertandingan sepakbola, Penuh suporter yang siap membunuh jika papan skor tak sesuai selera."

Politik identitas kemudian menjadi penting. Identitas bukan lagi masalah tentang sosio-psikologis namun juga politis. Ada politisasi atas identitas. Identitas yang dalam konteks yang diharapkan seharusnya digunakan untuk mengakomodir kebinekaan bangsa ini, malah disalahgunakan untuk penguatan identitas sectarian agama, etnis, ras, dsb yang kemudian menciptakan dikotomi siapa paling benar-siapa paling salah. Etnis dan Agama barangkali adalah kendaraan politik paling praktis dan efektif lagi murah meriah untuk digunakan sebab fanatisme menjadi pondasi solidaritas mekanik mereka. Cukup dengan teks hiperbola yang dramatis atau moralitas korban dijamin lawan politik akan kocar kacir. Apalagi agama, ucapkan nama tuhan dengan sedikit kalimat motivasi bertemakan jihad, label kafir serta nasi bungkus dengan lauk seadanya dan nasi hampir basi maka massa siap pasang badan.
Semua orang tahu kebesaran nama FPI di Jakarta dan sekitarnya, itu juga yang menjadikan mereka secara bawah sadar melegitimasi aksi-aksi megalomaniac serba rusuh, serba kafir, biang kerok dsb. Tapi di Kalimantan Barat, Ormas fanatik sejenis (dijamin) tidak akan bisa sebesar dan seberkuasa di Jakarta karena disini Islam bukanlah satu-satunya mayoritas. Masih ada Protestan, Katolik dll yang sama besar. Artinya, kalian punya rival. Memaksakan apa yang terjadi di Jakarta disini, itu merupakan tontonan yang memiliki nilai humor tersendiri bagi saya pribadi. Mengapa kita begitu latah?


Tapi, apa semua orang mau memusingkan kenapa Pak Gubernur harus repot-repot mengusir ulama-ulama FPI? Benarkah Pak Gubernur menistakan islam? Atau ia hanya anti terhadap ormas biang kerok yang berpotensi merusak multikulturalisme yang sudah baik disini? Lagipula, apakah tuhanmu begitu lemah sehingga harus dibela dengan sekelompok front garis keras?  Saya kira kita harus kritis dalam menilai sikap Gubernur tanpa perlu terpancing provokasi pihak manapun. Seperti apa yang beliau sampaikan, “Apa yang didapat, akibatnya kita makin miskin, bodoh, ketinggalan, saling curiga mencurigai, makanya kita susah mengejar ketertinggalan kita. Berapa triliun dana untuk bangun Kalbar ini, kalau tidak ada keamananan, ketentraman dan ketertiban mana bisa jadi. Semua jalan akses kita bangun. Bandara juga. Sekarang kondisi sudah baik jangan dirusak hanya karena ikut-ikutan.”


Berhentilah mencurigai satu sama lain. Musuh kita bukanlah agama, suku, etnis atau golongan lain. Musuh kita adalah kebodohan, kemiskinan struktural, neoliberalisme, Freeport, TV dan Harry Tanoe. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merayakan Kematian Nalar

Selalu ada pertama kali untuk segala sesuatu. Cheran menjadi kota anarkis pertama di Mexico yang berhasil mengatur dirinya sendiri secara otonom tanpa bantuan pemerintah. Neil Amstrong manusia pertama yang berhasil mendarat di bulan. Tahun 2012 untuk pertama kalinya Canibus dibantai dengan sangat memalukan pada sebuah rap battle. Nietzsche filsuf pertama yang menelanjangi moralitas penganut Kristen eropa. Jerinx orang Indonesia pertama, yang secara massif, membuktikan bahwa musik, idealisme serta konsistensi memiliki daya pukul yang membuat simbiosa mutual oligarki dan Negara tak lebih bernilai dari kumpulan pandir bermodal. Dan untuk hal yang paling ajaib dalam hidup saya, untuk pertama kalinya saya sudi menonton debat capres. Sebuah kesadaran yang jarang sekali saya pikirkan mengingat betapa kotornya iklim politik di negeri ini. Kesadaran itu dipantik oleh seorang kawan, sebut saja Mawar, sore itu saat sedang membicarakan agenda ngumpul pada malam harinya. ‘’Nanti mal...

Benarkah Gondrong Harus Diselamatkan?

Menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang beruntung dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memiliki spesialisasi di bidang ilmu tertentu. Betapa tidak, menjadi mahasiswa terkonotasi langsung dengan menjadi bebas dalam konteks belajar. Kita tidak lagi harus dipaksa tunduk dalam otomatisasi kedisiplinan artifisial ala sekolahan selama 12 tahun, dari SD, SMP dan SMA kita dipaksa mematuhi tata tertib dan proses belajar serba teratur di sekolah yang kemudian mendikte aktivitas keseharian kita dalam rutin-rutin yang monoton dan membosankan. Tata tertib sekolah kemudian menjadi substansi yang paling bertanggung jawab atas terrenggutnya keceriaan masa kanak-kanak kita dengan mereduksi hidup menjadi tanggung jawab moral keteraturan yang mengatur jam tidur, jam bangun tidur, jadwal makan, bagaimana cara memakai seragam, bagaimana cara menjadi murid yang baik (hormati guru, sayangi teman) dan segala tetek bengek artifisial yang ditamengi proses b...

Profanubis

Rima yang berangkat dari lanskap keterulangan. Mengangkangi pitam dengan disiplin kacangan densus dua angka delapan. Mencemari arus hegemoni bangsa Titan yang kalian nobatkan sebagai Tuhan bajakan. Logika penaklukan swasembada pangan dan dominasi pelumuran. Katarsis yg sama menjengkelkan dengan prostitusi Don Yuan prapatan. Arsitek yang membangun reruntuhan dengan sintaksis keterasingan. Plot kota yg melacurkan diri pada simbiosa mutual konstitusi dan parlemen. Stabilitas pasang surut yg mengerupsi bahaya laten. Rahim pusara yg menjagai tameng anti-dekaden petaka Bush bin Laden. Melumat takdir perayaan buruh tani pada hari pertama pasca panen sejak menara satir para nasionalis kalian bangun tanpa semen. Seharam jadah keringat martir laba yg meronta kekang dimuka kutukan Firaun Tutkanhamen. Sehingga, kami pangkas semua manuver klandestin hamba-paduka dengan secawan kopi dan nyala api permanen. Rima penantang awan, sumpah serapah sekaliber kutukan tuhan. Merasuk seti...