Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Benarkah Gondrong Harus Diselamatkan?

Menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang beruntung dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memiliki spesialisasi di bidang ilmu tertentu. Betapa tidak, menjadi mahasiswa terkonotasi langsung dengan menjadi bebas dalam konteks belajar. Kita tidak lagi harus dipaksa tunduk dalam otomatisasi kedisiplinan artifisial ala sekolahan selama 12 tahun, dari SD, SMP dan SMA kita dipaksa mematuhi tata tertib dan proses belajar serba teratur di sekolah yang kemudian mendikte aktivitas keseharian kita dalam rutin-rutin yang monoton dan membosankan. Tata tertib sekolah kemudian menjadi substansi yang paling bertanggung jawab atas terrenggutnya keceriaan masa kanak-kanak kita dengan mereduksi hidup menjadi tanggung jawab moral keteraturan yang mengatur jam tidur, jam bangun tidur, jadwal makan, bagaimana cara memakai seragam, bagaimana cara menjadi murid yang baik (hormati guru, sayangi teman) dan segala tetek bengek artifisial yang ditamengi proses b...

Mengapa Kita Selfie?

Mengapa Kita Selfie?* Investigasi Psikologi Eksistensial dan Psikoanalisis Radikal Oleh Wahyu Budi Nugroho Tentang “Diri Yang Hilang” Tulisan ini berawal dari satu tesis mengenai “diri yang hilang”. Pengertian “diri yang hilang” sebagaimana dimaksudkan di sini sama sekali tak berkaitan dengan kooptasi struktur, sistem, atau semacamnya; melainkan berada di ranah psikologis dan menyangkut peristilahan subjectum dengan subjectus (subyek aktif dan subyek pasif). Lebih jauh, tesis “diri yang hilang” juga tak serta-merta dapat dikaitkan dengan diri yang teralienasi secara biologis—tubuh ( sema) adalah kuburan jiwa (soma ): hidup adalah keterasingan panjang. “Diri yang hilang” di sini mengakui kesatuan jiwa dan raga, kesatuan emosi dan biologis, juga kesatuan pikiran dengan perbuatan. Namun kenyataannya, betapa sering kita kehilangan “diri” ini dan secara sadar maupun tak sadar menciptakan mekanisme tersendiri untuk mempertahankan eksistensinya, baik yan...

Dual Delusi

ADA SETAN BERKELIARAN DI INDONESIA! Setan kabar merampot. Media massa mainstream secara umum mendefinisikanya sebagai hoax, Sesuai dengan perbendaharaan kata yang muncul dalam kamus Bahasa Inggris versi Merriem Webster yang berarti: Sebuah perbuatan yang bertujuan mengelabui atau membohongi dan menjadikan sesuatu sebagai kebenaran umum melalui fabrikasi dan kebohongan yang disengaja.   Setan itu berkeliaran dimana-mana, ia menyelinap diantara surat rekomendasi negara donor, juga menggedor pintu penguasa dan menyusuri lorong-lorong kawasan kumuh berbau comberan. ia mengisi awal tahun dengan ekspektasi langitan dan menutup akhir tahun dengan akumulasi kedengkian. Membawa angin pengetahuan yang (pura-pura) mencerahkan dan lebih banyak borok pembodohan. Kegeraman terhadap setan itu menjadi semakin kompleks dengan daya jangkau dan kecepatan penyebaranya melebihi kemampuan pemerintah dalam memperbaiki jalanan rusak. Semua kekuasaan berintegrasi dan berikrar dalam aliansi kerama...